TEORI – TEORI KEDATANGAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA KE INDONESIA

Agama Hindu - Buddha di Indonesia
Sumber Gambar : https://www.gu-buk.net/2016/09/zaman-hindu-budha-di-indonesia.html

Bangsa Indonesia mulai mengenal tulisan dan mengakhiri kebudayaan pra-aksara ketika mulai terjadi jalinan hubungan dengan orang – orang dari dataran India. Orang – orang India yang sedang berpetualang mendatangi Indonesia untuk mencari sumber daya yang dimiliki Indonesia untuk dijualbelikan dengan barang – barang dari India. Selain melakukan jual beli, ternyata orang - orang India tersebut juga melakukan persebaran kebudayaan dan agama sehingga mempengaruhi kebudayaan bangsa Indonesia. Salah satu bukti adanya pengaruh dari India di Indonesia yaitu adanya agama Hindu-Buddha di Indonesia. Namun, bagaimana proses dari masuknya pengaruh India berupa pengaruh agama Hindu-Buddha ke Indonesia?
Kasta agama Hindu. Pembagian kasta ini menjadi dasar diciptakannya teori - teori tentang kedatangan Hindu-Buddha di Indonesia
Sampai saat ini, pertanyaan mengenai bagaimana proses masuknya kebudayaan Hindu – Buddha di Indonesia masih diperdebatkan para ahli. Setiap ahli memiliki pendapat masing – masing yang berbeda, bahkan terkadang bertentangan, dengan pendapat ahli lain. Pendapat – pendapat tersebut merupakan teori – teori sementara yang sifatnya masih perkiraan yang masih memerlukan bukti yang jelas dan nyata. Namun, dari teori – teori ini kita bisa memahami dan mendapatkan gambaran proses persebaran agama Hindu – Buddha. Berikut ini teori – teori mengenai proses masuknya kebudayaan Hindu-Buddha!
A.      Teori Ksatria.
Menurut teori ksatria, beberapa ahli berpendapat kalau pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia dibawa oleh orang – orang India dari golongan prajurit atau bangsawan (ksatria). Orang – orang Ksatria termasuk orang yang senang berpetualang. Sehingga para ahli berpendapat kalau orang – orang Ksatria lah yang menyebarkan agama Hindu – Buddha di Indonesia. Pendapat – pendapat para ahli yang menyetujui teori ini yaitu :
1.       R.C Majundar.
Menurutnya, munculnya kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia dikarenakan kaum Ksatria dari India melarikan diri dari daerah asalnya. Lalu mereka mendirikan kerajaan – kerajaan di tempat ketibaan mereka, seperti di Indonesia dan wilayah Asia Tenggara lainnya.
2.       F.D.K. Bosch.
Ia berpendapat, ada 3 faktor yang menyebabkan para Ksatria menjadi penyebar pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, yaitu :
a)      Para bangsawan India kalah dalam peperangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya menuju daerah lain. Ketika sudah sampai di daerah tujuan, mereka berusaha menaklukkan daerah baru tersebut dan membentuk pemerintahan baru. Baru selanjutnya mereka menanamkan ajaran Hindu-Buddha ke rakyat setempat.
b)      Di India terjadi kekacauan politik sehingga Ksatria – Ksatria kabur lalu sampai di Indonesia. Selanjutnya, mereka membentuk koloni dan menyebarkan agama Hindu-Buddha.
c)       Para Bangsawan India sengaja datang ke Indonesia untuk menyerang dan menaklukkan daerah tersebut lalu mendirikan kerajaan dan menyebarkan ajaran Hindu-Buddha.
3.       C.C. Berg.
Menurutnya, di Indonesia sering terjadi perselisihan antarsuku. Salah satu suku yang berselisih, Kepala Suku nya meminta bantuan dari para Ksatria yang sudah tiba di Indonesia. Orang Ksatria tersebut pun mau membantu suku tersebut. Setelah suku yang dibantu Ksatria meraih kemenangan, kepala suku menikahkan orang Ksatria dengan anggota keluarga Kepala Suku. Dengan pernikahan inilah orang Ksatria dapat dengan mudah menyebarkan ajaran Hindu-Buddha dengan keluarga yang dinikahinya.
4.       Mookerji.
Menurutnya, Golongan Ksatria dari India yang mengatur kerajaannya melakukan kolonisasi (perluasan wilayah kekuasaan) ke daerah lain, termasuk ke Indonesia. Golongan Ksatria ini pun melakukan kontak dengan penguasa lokal.
5.       J.L. Moens.
Ia mengungkapkan pendapatnya dengan mengaitkan proses terbentuknya kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia pada awal abad 5 Masehi degan situasi di India pada waktu yang sama. Menurutnya, pada waktu itu di India sedang terjadi kekacauan politik akibat peperangan antarkerajaan. Prajurit dan Bangsawan yang kalah perang pun semakin lama semakin terdesak lalu melarikan diri ke daerah lain, terutama ke Asia Tenggara. Ia menduga, golongan Ksatria yang kabur dari daerah asal ini lah yang mendirikan kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Selain hal itu, juga terjadi kegiatan perluasan wilayah (kolonisasi) dengan menaklukkan penguasa lokal.
Meskipun para ahli tersebut telah mengungkapkan alasan dibalik pendapatnya tersebut, ada juga yang menentang pendapat mereka dikarenakan terdapat beberapa kelemahan dibalik teori ini. Kelemahan – kelemahan mengenai teori Ksatria yaitu :
1.       Orang Ksatria tidak memiliki kemampuan berbahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang ada di kitab Weda.
2.       Jika memang Indonesia pernah ditaklukan oleh kerajaan India, semestinya ada bukti, misalnya prasasti, yang menggambarkan peristiwa tersebut. Namun, sampai sekarang belum ditemukan bukti prasasti, baik di daerah India maupun di Indonesia, yang menjelaskan kejadian tersebut.
3.       Orang yang melarikan diri dari daerah asalnya tidak mungkin langsung mendapatkan kedudukan mulia, apalagi menjadi raja/pemimpin daerah, di negeri orang. Di Indonesia, untuk bisa memimpin suatu wilayah harus mempunyai kemampuan lebih tinggi dibanding dengan yang lain.

B.      Teori Waisya.
Menurut teori waisya, agama Hindu-Buddha bisa masuk ke Indonesia dikarenakan dibawa oleh para pedagang dari India (golongan Waisya). Pendapat ini dikemukakan, salah satunya oleh N.J. Krom. Menurutnya, para pedagang India datang ke Indonesia untuk melakukan transaksi jual beli dengan orang Indonesia. Melalui interaksi ini, pedagang India juga melakukan penyebaran agama Hindu-Buddha ke orang – orang Indonesia sehingga mulailah berkembang menjadi agama yang dianut warga Indonesia lalu tumbuh menjadi kerajaan Hindu-Buddha. Masih menurut pendapat N.J. Krom, dikarenakan mereka berdagang dengan kapal yang mengandalkan tenaga angin, maka sebagian dari pedagang India menetap dan juga mendirikan pemukiman di Indonesia sambil menunggu angin musim yang akan membawa mereka kembali pulang. Sambil menetap, mereka melakukan interaksi dengan penduduk setempat sehingga tersebarlah agama Hindu-Buddha.
Sebagian kalangan menyetujui teori ini dikarenakan adanya faktor – faktor penguat teori ini. Faktor yang memperkuat teori Waisya adalah sebagai berikut :
1.       Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting di kehidupan masyarakat. Dengan adanya perdagangan maka akan terjadi interaksi antara pedagang dari daerah lain dengan pembeli dari daerah setempat. Interaksi inilah yang dimanfaatkan oleh para pedagang beragama Hindu-Buddha untuk ‘menyelipi’ unsur keagamaan disetiap interaksi mereka.
2.       Adanya kawasan perkampungan para pedagang India di Indonesia, seperti di Jepara, Medan, Aceh, dan Malaka.
Namun, ada juga yang menolak teori ini. Mereka, yang menolak teori ini, memiliki beberapa bukti yang menjadi kelemahan teori ini, yaitu :
1.       Para Waisya tidak memiliki kemampuan berbahasa Sanskerta maupun huruf Pallawa.
2.       Sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha terletak di daerah pedalaman. Jikapun para pedagang membawa pengaruh Hindu-Buddha maka kerajaan tersebut pasti terletak di pesisir.
3.       Tujuan utama para pedagang adalah hanya untuk berdagang, bukan tujuan lainnya. Apalagi menyebarkan agama.
4.       Jikapun ada perkampungan para pedagang India di Indonesia, derajat kehidupan mereka sama dengan rakyat biasa di tempat tersebut.

C.      Teori Brahmana
Menurut teori ini, agama Hindu-Buddha dibawa langsung oleh para pendeta, kaum Brahmana. Para pendeta ini diundang langsung oleh para penguasa di Indonesia yang tertarik dengan ajaran agamanya. Ada juga yang menyengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Salah satu tokoh yang mengungkapkan teori ini adalah J.C. van Leur.
Menurutnya, para Brahmana bisa saja yang menyebarkan agama Hindu-Buddha di Indonesia karena hanya mereka yang mempelajari dan mengerti isi dari Kitab Weda. Para Brahmana ini datang ke Indonesia sambil membawa kitab mereka. Dan saat pulang ke India, mereka akan meninggalkan kitab Weda sebagai hadiah untuk raja. Kitab peninggalan Brahmana lalu dipelajari oleh raja dan digunakan sebagai modal menyebarkan ajaran agama Hindu-Buddha.
Pendapat diatas telah menguatkan teori ini meskipun dibalik itu ada beberapa kelemahan dari teori ini, seperti :
1.       Sangat sulit mempelajari bahasa Sanskerta, apalagi mempelajari isi kitab Weda berbahasa Sanskerta untuk menyebarkan ajaran di dalamnya.
2.       Menurut ajaran Hindu Kuno, Brahmana sangat dilarang untuk meninggalkan tanah airnya. Apabila dilakukan maka ia akan kehilangan statusnya.

D.      Teori Sudra.
Menurut teori ini, pembawa agama  Hindu-Buddha adalah para rakyat jelata, kaum Sudra. Alasan yang memperkuat teori ini adalah para Sudra sudah tidak tahan untuk hidup di daerahnya. Di daerah nya, mereka hanya dijadikan sebagai budak, buruh, dan pekerja rendah. Mereka memilih kabur dari tanah kelahirannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi.
Salah satu ahli yang menyetujui teori ini adalah Von van Feber. Namun, kebanyakan ahli tidak setuju dengan teori ini. Teori ini menimbulkan kontroversi karena kaun Sudra dianggap tidak layak untuk menyebarkan agama Hindu. Golongan Sudra tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam urusan keagamaan karena rendahnya status mereka. Mereka juga tidak mungkin menguasai bahasa Sanskerta, apalagi mempelajari kitab Weda. Lagipula, tujuan para Sudra meninggalkan tanah kelahirannya karena mereka hanya ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi, bukan untuk menyebarkan ajaran agamanya.
E.       Teori Arus Balik (Counter-Current).
Teori ini cukup unik. Berbeda dengan keempat teori sebelumnya, teori ini berpendapat kalau orang Indonesia lah yang berperan menyebarkan ajaran Hindu-Buddha. Orang – orang Indonesia yang terdidik tertarik untuk mempelajari agama Hindu karena adanya interaksi antara mereka dengan para pendatang dari India. Mereka pun pergi ke India. Disana, mereka belajar dan dididik oleh para pendeta. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, kebudayaan, dan lain – lain. Setelah ilmu yang didapat dirasa cukup, mereka kembali ke Indonesia. Setelah kembali, mereka menyebarkan agama ini ke masyarakat Indonesia.

Komentar