Setelah sebelumnya Indonesia mengalami masa
praaksara dengan segala lika – likunya, Indonesia mulai memasuki babak baru
yaitu masa aksara. Masa aksara disebut juga masa ketika budaya menulis dimulai.
Masa ini dimulai di Indonesia ketika negeri ini mulai berhubungan dengan dunia
– dunia luar dan mulai memeluk beberapa kepercayaan baru, yaitu kepercayaan
berupa agama Hindu-Buddha. Salah satu tanda dimulainya masa aksara yang juga
menandai masa awal keberadaan agama Hindu-Budddha di Indonesia adalah berdirinya
KERAJAAN KUTAI. Apakah itu Kerajaan Kutai? Bagaimana kondisinya saat itu. Simak
pembahasan lengkap berikut ini.
A.
Sekilas tentang KERAJAAN KUTAI.
Lokasi Kerajaan Kutai terletak di timur pulau Kalimantan seperti terlihat pada gambaran peta diatas Sumber gambar : http://www.seputarsejarah.com/2018/04/kerajaan-kutai-muncul-sebagai-tanda.html |
Kerajaan Kutai merupakah kerajaan Hindu pertama
dan tertua di Indonesia. Diketahui bahwa kerajaan ini telah berkembang sekitar
abad IV dan V Masehi. Nama lain dari kerajaan ini adalah Kerajaan Kutai
Martadipura (Martapura). Nama “Kutai” diberikan oleh para ahli dengan mengambil
nama dari tempat ditemukannnya bukti peninggalan kerajaan ini yaitu Prasasti –
Prasasti Yupa, yaitu di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Pemberian nama ini
diberikan karena tidak ada satupun Yupa – Yupa yang ditemukan menyebut nama
dari kerajaan Ini. Informasi mengenai kerajaan ini sangatlah terbatas karena
penemuan atas peninggalannya juga sangat terbatas. Sumber informasi mengenai
kerajaan ini melalui tujuh buah Yupa peninggalannya.
B.
Kondisi Geografis.
Diketahui bahwa Kerajaan ini terletak di tepi
Sungai Mahakam dan berpusat di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam
merupakan sungai cukup besar dan memiliki anak – anak sungai. Sungai ini
berhulu di Gunung Cemaru di tengah pulau Kalimantan dan bermuara di Selat
Makassar. Sungai Mahakam melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu
hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Aliran
Sungai Mahakam bagian tengah melewati dataran rendah dengan danau – danau,
hutan, dan rawa – rawa. Daerah di sekitar tempat pertemuan Sungai Mahakan
dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak Muara Kaman dahulu. Sungai Mahakam
ini dapat dilayari dari pantai sampai masuk menuju Muara Kaman sehingga menjadi
keuntungan sendiri di sector perdagangan.
Sungai Mahakam saat ini. Dahulu menjadi sumber ekonomi Kerajaan Kutai Sumber Gambar : http://kaltim.prokal.co/read/news/277140-gali-potensi-wisata-dari-sungai-mahakam-ini-yang-harus-dikerjakan |
Potensi alam yang terdapat di Sungai Mahakam
sejak dahulu telah menjadi sumber penghidupan bagi penduduk sekitar. Sungai ini
dimanfaatkan sebagai sumber air untuk perikanan, pertanian dan juga sebagai
sarana transportasi air. Akitivitas – aktivitas tadilah yang diperkirakan
menjadi factor munculnya Kerajaan Kutai yang berada di tepi Sungai ini. Pada
masa kejayaanya, wilayah kekuasaaan kerajaan ini mencakup hampir seluruh
Kalimantan Timur. Beberapa literatur malah menyebut wilayah kekuasaan kerajaan
ini mencakup hampir seluruh Pulau Kalimantan.
C.
Kondisi Politik.
Dikarenakan Kerajaan Kutai merupakan salah satu
kerajaan maritim yang memperluas hubungan daganganya dengan bangsa lain,
diperkirakan bahwa system pemerintahan yang dianut Kerajaan Kutai ini mendapat
pengaruh dari bangsa lain. Menurut para ahli, diperkirakan bahwa kerajaan ini
mendapat pengaruh dari kerajaan Hindu di
India Selatan. Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan Kutai adalah system
pemerintahan kerajaan atau monarki, dimana
seorang raja mempunyai kekuasaan penuh untuk mengatur rakyatnya. Kekuasaan yang
dimiliki oleh raja ini diteruskan secara turun – temurun menurut garis
keturunannya.
Dari Yupa – Yupa yang ditemukan, diketahui
bahwa raja pertama dari kerajaan ini sekaligus pendiri dari kerajaan ini adalah
Kudungga. Menurut para peneliti sejarah, Raja Kudungga ini awalnya bukanlah
seorang raja yang beragama Hindu. Hal ini berdasarkan fakta bahwa namanya
memiliki kemiripan dengan nama Raja Bugis, Kadungga. Awalnya ia adalah seorang
kepala suku di suatu wilayah di Kalimantan Timur. Namun, setelah agama Hindu
masuk ke wilayah kekuasaannya, ia mendeklarasikan diri menjadi Raja, mengubah
wilayah kekuasaannya menjadi sebuah kerajaan, dan memutuskan bahwa penerus
kepemimipinannya dilanjutkan oleh keturunannya (anak-cucunya).
Diketahui Kudungga memiliki anak bernama
Aswawarman. Setelah wafat, ia digantikan oleh putranya tersebut. Diketahui pula
bahwa Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Dalam Yupa, ia disebut
sebagai Dewa Ansuman atau dewa
matahari. Raja Aswawarman memiliki andil yang cukup besar dalam perluasan
wilayah Kerajaan Kutai. Untuk menentukan batas – batas wilayah kerajaannya,
dilakukan upacara Aswamedha. Upacara
ini dilaksanakan dengan melepas kuda – kuda untuk diikuti oleh prajurit
kerajaan hingga sejauh jejak telapak kaki kuda tersebut ditemukan untuk
menentukan batas wilayah kerajaan.
Aswawarman diketahui memiliki 3 orang anak,
namun yang terkanal yaitu yang bernama Mulawarman. Setelah ia wafat, tampuk
pemerintahan kerajaan Kutai diteruskan oleh Mulawarman. Diketahui bahwa
Mulawarman merupakan raja terbesar kerajaan Kutai. Ia membawa kerajaannya
menuju puncak kejayaannya. Ia dikenal sebagai raja yang dermawan dan penganut
Hindu yang taat. Ia pernah menydekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.
Untuk menghargai kebaikan Raja Mulawarman, para Brahmana membuat sebuah Yupa
untuk memperingatinya. Pada masanya juga banyak dibangun bangunan suci untuk
menyembah dewa suci. Bangunan ini disebut Waprakeswara
atau di Jawa disebut Baprakeswara.
Di bangunan ini lah pemberian sedekah tersebut dilakukan.
Untuk lebih jelas daftar lengkap raja – raja
yang pernah berkuasa dan memerintah kerajaan Kutai, berikut ini adalah daftar –
daftarnya.
1.
Maharaja
Kudungga.
2.
Maharaja
Aswawarman.
3.
Maharaja
Mulawarman Nala Dewa.
4.
Maharaja
Sri Aswawarman.
5.
Maharaja Marawijaya
Warman.
6.
Maharaja
Gajayana Warman.
7.
Maharaja
Tungga Warman
8.
Maharaja
Jayanaga Warman.
9.
Maharaja
Nalasinga Warman
10.
Maharaja
Nala Parana Tungga.
11.
Maharaja
Gadingga Warman Dewa
12.
Maharaja
Indra Warman Dewa
13.
Maharaja
Sangga Warman Dewa.
14.
Maharaja
Singa Wargala Warman Dewa.
15.
Maharaja
Candrawarman.
16.
Maharaja
Prabu Mula Tungga Dewa.
17.
Maharaja
Nala Indra Dewa.
18.
Maharaja
Indra Mulya Warman Dewa.
19.
Maharaja
Sri Langka Dewa.
20.
Maharaja
Guna Parada Dewa.
21.
Maharaja
Wijaya Warman
22.
Maharaja
Indra Mulya.
23.
Maharaja
Sri Aji Dewa.
24.
Maharaja
Mulia Putera.
25.
Maharaja
Nala Pandita.
26.
Maharaja
Indra Paruta Dewa.
27.
Maharaja
Dharma Setia.
D.
Kehidupan Agama, Sosial, & Budaya.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa kerajaan
Kutai sebelumnya bukanlah kerajaan bercorak hindu, melainkan lebih kepada
bentuk suku atau kesukuan. Hal ini diketahui dari nama Raja Kudungga yang
diduga merupakan nama asli orang Indonesia. Lalu, pengaruh dari India pun
datang hingga berkembang di Kutai.
Agama Hindu yang masuk di Kerajaan Kuta mulai
memunculkan system kasta pada tananan kehidupan masyarakat Kutai. Namun,
berbeda dengan system kkasta yang diterapkan di India, di Kutai hanya terdapat
dua kasta, yaitu Brahmana dan Ksatria. Golongan pendeta Hindu yang menguasai
Bahasa Sanskerta masuk ke kasta Brahmana. Keluarga dan kerabat raja masuk ke
kasta Ksatria. Perlu diketahui, pada awal agama Hindu masuk ke Kutai, keluarga
Kudungga pernah melakukan upacara Vratyastoma,
yaitu upacara penyucian diri dalam agama Hindu untuk masuk pada kasta
Ksatria. Upaca ini umum dilakukan oleh orang – orang Indonesia yang terpengaruh
gama Hindu untuk bias masuk ke dalam kasta tertentu sesuai dengan kedudukan
asalnya dan biasanya disusul dengan penggantian nama seusai upacara.
Masyarakat Kutai selain kedua kasta diatas
merupakan masyarakat yang hidup di luar pengaruh India. Mereka masih memegang
teguh kebudayaan asli, budaya adat leluhur mereka. Mereka memegang kepercayaan
Kaharingan, yaitu kepercayaan tradisional Suku Dayak.
Pemeluk Hindu di Kerajaan Kutai menyembah Dewa Syiwa sebagai Dewa Tertinggi |
Agama Hindu yang berkembang di Kerajaan Kutai
adalah Hindu Syiwa. Penganutnya menyembah Dewa Syiwa sebagai dewa tertinggi.
Bukti adanya perkembangan Hindu Syiwa di Kerajaan Kutai dapat dilihat dari
keberadaan tempat suci untuk memuja Dewa Syiwa yaitu Waprakeswara.
Masyarakat Kutai merupakan masyarakat yang
menjaga kebudayaan leluhurnya. Mereka tetap melestarikan apa yang telah
dilakukan nenek moyangnya. Meskipun begitu, mereka tetap menerima kehadiran
kebudayaan luar, seperti Kebudayaan India bercorak Hindu. Hal ini bias dilihat
dari adanya proses akulturasi antara kebudayaan lokal dengan agama Hindu. Bukti
akulturasi tersebut adalah adanya tulisan – tulisan berhuruf Pallawa berbahasa
Sanskerta yang terukir di tugu – tugu batu, biasa disebut juga Yupa. Diketahui
bahwa tulisan tersebut mirip dengan tulisan – tulisan pada prasasti – prasasti
di India Selatan. Penggunaan tugu batu berasal dari kebudayaan megalitikum
berupa menhir.
E.
Kondisi Ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat
Kerajaan Kutai sangat bergantung pada Sungai Mahakam. Sungai Mahakam adalah
tumpuan kehidupan mereka. Oleh masyarakat sekitar yang sebagian besar
berpenghasilan dari pertanian, sungai tersebut menjadi sumber pengairan sawah
dan ladang mereka. Sebagian lainnya menggunakan sungai tersebut sebagai sarana
untuk memperlancar perdagangan. Ukuran sungai yang besar membuat kapal – kapal
dapat berlabuh hingga ke pusat kerajaan. Banyak kapal dari luar kerajaan
singgah dan bertransaksi dengan pedagang lokal. Komoditas yang diperdagangkan
kebanyakan merupakan hasil hutan seperti getah kayu meranti, damar, gaharu, rotan,
batu permata, dan bulu – bulu burung. Diketahui juga bahwa kegiatan peternakan
juga berkembang pesat. Hal ini bisa dilihat bahwa Raja Mulawarman pernah
menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada kaum Brahmana. Jumlah tersebut sangat
besar.
F.
Peninggalan Sejarah.
Yupa, peninggalan sejarah yang menjadi sumber dan bukti sejarah keberadaan Kerajaan Kutai. Sumber Gambar : https://situsbudaya.id/prasasti-yupa/ |
Kerajaan
Kutai dapat diketahui keberadaan dan sejarahnya, baik itu lokasi, pemerintahan,
kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan agama, dari peninggalannya. Peninggalan
Kerajaan Kutai yang menjadi sumber informasi keberadaan kerajaan ini adalah
melalui prasasti – prasasti yang disebut juga dengan Yupa. Prasasti Yupa memiliki
bentuk menyerupai tugu batu atau menhir. Diketahui ada 7 Yupa yang menjadi
sumber informasi kerajaan ini. Yupa – yupa Kerajaan Kutai yang ditemukan
bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dengan melihat bentuk
hurufnya, para peneliti berpendapat bahwa Yupa – yupa tersebut dibuat sekitar
abad ke-5. Yupa – yupa ini menjadi bukti terkuat terkait keberadaan kerajaan
ini.
G.
Keruntuhan Kerajaan Kutai.
Kekuasaan Kerajaan Kutai berakhir saat raja
terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan dengan
Kerajaan Kutai Kartanegara. Sebagai catatan, Kutai Kartanegara yang merupakan
kerajaan bercorak islam berbeda dengan kerajaan Kutai bercorak Hindu ini (Kutai
Martapura). Ia tewas di tangan raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum
Panji Pandapa.
Komentar
Posting Komentar